FmD4FRX3FmXvDZXvGZT3FRFgNBP1w326w3z1NBMhNV5=

Iklan

Your Ads Here
items

Transparansi, Korupsi, dan Perguruan Tinggi

 

Ilustrasi Pendidikan Tinggi Melawan Korupsi dari ICW


Informasi merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Mencari, memperoleh, dan memiliki suatu informasi adalah kebutuhan setiap orang yang telah dijamin pemenuhannya oleh undang-undang. Setiap individu masyarakat berhak atas informasi yang dapat mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, dan keterbukaan informasi publik merupakan bagian dari negara demokratis yang menjunjung tinggi nilai-nilai kedaulatan rakyat. 

Jaminan kepada semua orang dalam memperoleh informasi sangat jelas tercantum dalam UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. UU KIP juga menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan setiap orang dengan mewajibkan badan publik untuk menyediakan dan melayani permintaan informasi secara cepat, tepat, proporsional, dan dengan cara yang sederhana.

Salah satu badan publik yang dimaksud dalam UU KIP adalah perguruan tinggi. Oleh karenanya, perguruan tinggi juga dituntut agar mengedepankan asas keterbukaan informasi, untuk menciptakan kondisi pengelolaan perguruan tinggi yang transparan dan akuntabel. Transparan, artinya mampu menyajikan informasi yang relevan, tepat dan akurat kepada semua pihak. 

Sedangkan akuntabel berarti harus memiliki kemampuan dan komitmen untuk mempertanggungjawabkan kepada semua pihak, berkaitan dengan pengelolaan dan aktivitas perguruan tinggi. Singkatnya masyarakat, dosen, dan mahasiswa harus mendapat akses terhadap informasi yang berkaitan dengan bagaimana perguruan tinggi mengelola segala aset dan sumber daya yang dimilikinya.

Namun dalam realitanya, semangat transparansi dan akuntabilitas di perguruan tinggi masih sangat minim, terutama mengenai pengelolaan dan penggunaan anggaran. Para pimpinan perguruan tinggi masih dengan paradigma yang menganggap urusan anggaran adalah urusan internal, sehingga masyarakat, dosen, dan mahasiswa tidak pernah diberitahu soal tata kelola anggaran di perguruan tinggi. Jika ada transparansi pun, kebanyakan hanya kegiatan akademik seperti pelajaran mahasiswa, prestasi, keaktifan dosen atau penilaian. Hal-hal yang berkaitan dengan keuangan masih sangat jarang.

Padahal sebagaimana dalam UU KIP pasal 9, badan publik seperti perguruan tinggi wajib mengumumkan setiap laporan keuangannya secara berkala, dengan cara yang mudah dijangkau masyarakat, dan dalam bahasa yang mudah dipahami.  Jika perguruan tinggi menolak untuk lebih terbuka perihal informasi anggarannya ke publik, maka patut dicurigai bahwa ada yang ditutup-tutupi. Bisa jadi ada indikasi yang mengarah pada terjadinya tindak pidana korupsi, karena tidak ada yang tahu tata kelola anggaran di perguruan tinggi seperti apa selain birokrasi.

Minimnya Transparansi Membuat Korupsi Marak Terjadi di Perguruan Tinggi

Berdasarkan penelitian dari Indonesia Corruption Watch (ICW), pada tahun 2006 sampai 2016 saja telah terjadi sedikitnya 37 kasus korupsi yang berkaitan dengan perguruan tinggi. Dalam laporan tersebut juga ditemukan bahwa 32 pelaku korupsi merupakan pegawai dan pejabat struktural di tingkatan fakultas atau universitas, 13 orang Rektor atau Wakil Rektor dan 5 orang merupakan dosen.

Sedangkan untuk polanya, ICW menemukan 12 pola yang sering dijadikan modus korupsi di lingkungan perguruan tinggi. Modus-modus tersebut seperti dalam pemilihan rektor dan pengadaan barang dan jasa yang merupakan modus paling banyak terjadi korupsi. Pola-pola lain yang ditemukan ICW yaitu korupsi dana hibah, korupsi anggaran internal perguruan tinggi, korupsi penjualan aset milik perguruan tinggi, dan korupsi dana Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) mahasiswa.

Temuan ICW tersebut menunjukan bagaimana mimbar akademis juga telah menjadi sarang tikus-tikus menjijikkan. Mereka yang mengatasnamakan ranah intelektual malah menjadi biang keladi memburuknya kondisi pendidikan tinggi. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi, bukan tidak mungkin akan semakin melanggengkan budaya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di perguruan tinggi. Hal ini akan semakin merugikan masyarakat, karena sebagian atau seluruh anggaran yang dikelola oleh perguruan tinggi bersumber dari masyarakat (dalam hal ini orang tua mahasiswa).

Untuk itu, penting bagi pimpinan perguruan tinggi membuang paradigma sesat yang selama ini mereka pegang teguh. Mereka harus mengaplikasikan tata kelola perguruan tinggi yang transparan dan akuntabilitas, dengan memberitahu masyarakat informasi yang sudah menjadi hak mereka sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap penggunaan dana kampus yang bersumber dari uang kuliah mahasiswa. 

Sebaliknya, masyarakat dan civitas akademika terutama mahasiswa telah dijamin oleh undang-undang mendapat pemenuhan hak atas informasi yang dibutuhkan. Mahasiswa tidak perlu takut atau sungkan meminta rincian informasi anggaran yang telah disetorkan setiap semesternya kepada pihak kampus, karena hal itu juga demi keadilan dan untuk memenuhi hak orang tua mereka.*


Satria S. Pamungkas

Pimpinan Umum LPM Prapanca

0/Post a Comment/Comments

73745675015091643

Recent

Your Ads Here